-CATATAN M RIZAL FADILLAH, SH-
Setelah KPU dikritisi habis karena dituduh melakukan “operasi penyelamatan” untuk paslon Jokowi-Ma’ruf, kini giliran Bawaslu (dan Panwaslu) yang disorot karena sikap pemihakannya.
SALAM-ONLINE: Seolah hebat Bawaslu melakukan pemeriksaan kepada Gubernur Anies Baswedan atas “pelanggaran” mengacungkan dua jari sebagai simbol dukungan kepada pasangan Prabowo-Sandi.
Demikian gagah dan patriotik mengadili pelanggar hukum. Betapa berfungsinya pengawasan pemilu seolah bakal terjamin pemilu yang adil dan jujur. Para pengawas pemilu diisi oleh sumber daya manusia yang mumpuni, bersih, disiplin, konsisten, ya hebat-lah. Sekelas Anies Baswedan saja tuh bisa kami adili…!
Di sisi lain ketika Luhut Binsar Pandjaitan, sang Menteri, mengajak peserta konferensi IMF bersama-sama mengacungkan satu jari sebagai dukungan kepada pasangan Jokowi-Ma’ruf, Bawaslu tak ada reaksi. Jangankan mengadili, ditegur pun tidak. Begitu juga ketika di berbagai daerah. Secara terang-terangan Kepala Daerah, baik Gubernur ataupun Bupati, mendeklarasikan dukungan kepada pasangan Jokowi Ma’ruf. Dibolehkan Mendagri. Bawaslu adem-adem juga. Tak ada reaksi.
Maklum, mungkin yang didukung adalah Bapak Presiden, jadi boleh dan biarkan saja. Itu kan aspirasi.Setelah KPU yang dikritisi habis karena dituduh melakukan “operasi penyelamatan” untuk pasangan Jokowi-Ma’ruf, kini giliran Bawaslu (dan Panwaslu) yang menunjukkan sikap pemihakan kepada pasangan nomor satu ini. Jika penyelenggara dan pengawas sudah terkooptasi dan “berjalan miring” begini, lalu pemilu apa yang bisa diharapkan rakyat. Bersih, jujur, adil?
Meski peristiwa Anies kasuistis, tapi pembiaran kepala-kepala daerah lain melakukan hal yang sama, secara demonstratif pula, maka hal ini lebih dari sekadar kasuistis. Telah menjadi pola dan modus. Modus ketidakadilan.
Dalam konteks pengawasan, Bawaslu dan Panwaslu mesti melakukan evaluasi dan standarisasi pengawasan. Jika hendak melaksanakan tugas dan fungsi dengan konsisten, maka tentu dituntut untuk melakukannya dengan “tanpa pandang bulu”.
Pelanggaran banyak terjadi di mana-mana. Mulai dari pemasangan atribut kampanye, kampanye di tempat yang tidak diperbolehkan, hingga keikutsertaan pejabat publik berkampanye tanpa mengindahkan aturan. Tidak boleh tebang pilih.
Memang disadari kita belum sempurna. Ada kekurangan jumlah dan mungkin profesionalisme dalam pola pengawasan. Hanya saja jangan menunjukkan sikap tendensius dan mencolok mata dalam mempraktikkan ketidakadilan.
Penanganan “kasus” Anies Baswedan terbaca begitu sarat dengan nuansa kepentingan politik kebencian dan ketidakadilan. Jika pengawas berjalan miring, maka akan muncul pertanyaan “Siapa yang mengawasi pengawas…?”
Tentu Allah-lah yang Maha Adil dan Maha Melihat. Mereka yang berjalan miring di dunia akan dimiringkan di akhirat. Artinya, bukan tidak berakibat. Namun tidak semua akibat dirasakan di akhirat. Juga bisa dibuktikan di dunia ini. Karena itu, sangat tegas ayat-Nya, “Wamakaruu wamakarallaah, wallaahu khoirul maakiriin,” (QS 3: 54).
Rencana Allah yang akan terbukti. Penjahat pasti dihukum. Dan mereka yang sabar dan berbuat baik berhak mendapat pahala.
Kemenangan sudah dekat.
Bandung, 9 Januari 2019
-Penulis adalah Ketua Masyatakat Unggul (MAUNG) Bandung Institute