Ulama Uighur Seru Pemerintah RI Bela Muslimin Tertindas di Turkistan Timur
“Dan mereka menyiksa orang-orang mukmin itu hanya karena (orang-orang mukmin itu) beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa, Maha Terpuji,”
(Al-Qur’an surah Al-Buruuj ayat 8).
JAKARTA (SALAM-ONLINE): Nama Suku Bangsa: Uighur.
Nama Wilayah: Turkistan Timur atau diberi nama oleh penjajah rezim komunis Cina sebagai Wilayah Otonomi Uighur Xinjiang atau disingkat Xinjiang (artinya: Wilayah Perbatasan Baru).
Jumlah Penduduk: 23 juta jiwa (2015).
Luas Wilayah: 1,6 juta km2 daratan (Indonesia 1,9 juta km2 darat dan laut).
Perbatasan: Tibet, Pakistan, Afghanistan, Kazakhstan, Tajikistan, Kyrghyztan, Rusia, Mongolia.
Sejarah Ringkas:
-Menerima dakwah Islam sejak abad pertama Hijriyah.
-Menjadi bagian dari kerajaan Islam sejak abad ke-3 Hijriyah.
-Berganti-ganti penguasa antara Muslim dan bukan Muslim.
-Tahun 1933 jadi Republik Islam pertama.
-Tahun 1944 untuk kedua kalinya jadi Republik Islam.
-Turkistan Barat sejak setelah Perang Dunia II dikuasai oleh Uni Soviet (Komunis). Setelah Soviet bubar, terpecah jadi 5 negara: Tajikistan, Kazakhstan, Kyrghystan, Tajikistan, Uzbekistan.
-Tahun 1949, Turkistan Timur dijajah dan dijadikan bagian dari Republik Rakyat Cina (Komunis) sampai sekarang.
Alhamdulillah, awal pekan lalu, Dewan Pengurus Pusat Hidayatullah dipimpin Ketua Umum Ustadz Dr Nashirul Haq menjamu makan malam Delegasi Ittihadu Ulama Turkistan Timur (Uighur) yang sedang melakukan kunjungan persaudaraan ke Indonesia. Jamuan makan itu juga dihadiri Ketua Pengurus Pusat PERSIS (Persatuan Islam) Dr Tiar Anwar Bachtiar, pengurus pusat BMH (Baitul Maal Hidayatullah), pengurus pusat PZU (Pusat Zakat Umat) dan pengurus JITU (Jurnalis Islam Bersatu).
Di hadapan hadirin, Prof Dr Ataullah Sahyar, Presiden Ittihadu Ulama Uighur menyatakan, “Tujuan kunjungan ini untuk berterima kasih kepada saudara-saudara kami bangsa Indonesia yang beberapa bulan terakhir berunjuk rasa dan menyatakan sikap tegasnya atas kezaliman rezim komunis Cina terhadap Muslimin Uighur di Turkistan Timur yang oleh penjajah Cina disebut Xinjiang.
Pada Desember 2018 lalu, Michelle Bachelet, Ketua Komisioner Tinggi Hak Asasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak RRC Komunis agar memberinya akses memasuki kamp-kamp konsentrasi di berbagai wilayah Turkistan Timur, yang dipakai menyekap Muslimin Uighur.
• https://www.independent.co.uk/…/uighur-muslims-china-reeduc…
• https://www.hrw.org/…/human-rights-council-membership-has-i…
Permintaan PBB itu ditolak oleh Beijing.
Pada 28 sampai 30 Desember 2018, Cina mengundang para duta besar dari 12 negara berpenduduk Muslim terbesar, termasuk Indonesia, untuk mengunjungi beberapa lokasi yang disebut Cina sebagai “pusat-pusat pendidikan keterampilan pekerja”. Cina lalu mengatakan bahwa PBB boleh mendatangi “pusat-pusat pendidikan” itu dengan syarat “taat kepada hukum (Cina) dan prosedur yang berlaku”. (https://www.scmp.com/…/china-says-un-officials-can-visit-xi…)
“Ironisnya,” kata Dr Sirajuddin Azizi, Wakil Presiden Ittihadu Ulama Uighur, “tak ada satu pun negara Muslim di antara negara-negara itu yang mengkritisi RRC Komunis tersebut.”
Kamp-kamp konsentrasi itu, ungkap Dr Sirajuddin, merupakan tempat reindoktrinasi ideologi Komunis dengan tujuan memurtadkan Muslimin Uighur dan mengubah keyakinan, pikiran serta adat istiadat mereka untuk sepenuhnya menjadi seorang Cina Komunis.
“Di dalam kamp-kamp itu mereka dipaksa menyatakan berkali-kali setiap hari bahwa sumber rezeki dan kesejahteraan itu adalah Xi Jinping dan Partai Komunis Cina, dipaksa menyembah bendera Komunis, dipaksa tidur hanya 2-3 jam sehari agar rezim lebih mudah mencuci otak mereka, dipaksa makan babi dan minum khamar,” papar Sirajuddin.
Cerita ini diperoleh dari beberapa orang yang dibebaskan lalu hijrah ke luar negeri. Selain itu, mereka juga dilarang shalat, bahkan tidak boleh mengucapkan salam sesamanya di dalam kamp. Terhadap Muslimah, dilarang menutup aurat dengan jilbab di dalam kamp.
Dr Sirajuddin menjelaskan, berbagai bentuk kezaliman tersebut bukan baru setahun dua tahun ini berlangsung. Tetapi sudah mulai sejak (hampir bersamaan) dijajahnya wilayah Turkistan Timur pada 1949 oleh Cina Komunis. Sudah 70 tahun.
Hidayet Oghuzan, Ketua Ma’arif Institute untuk Kajian dan Bantuan Kemanusiaan bagi Warga Uighur, menyatakan, “Intinya, negara yang berideologi Komunis ini ingin menghapus seluruh identitas agama dan adat apa pun, kecuali ritual-ritual yang bersifat individual.”
Bukan Separatisme
Rezim RRC Komunis, termasuk Duta Besarnya di Jakarta saat dipanggil oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, maupun saat berkunjung ke PP Muhammadiyah dan PBNU, membantah adanya “kamp-kamp” Konsentrasi (Kamp Penyiksaan, red). Rezim komunis Cina hanya mengklaim adanya “pusat-pusat re-edukasi” atau “pusat pelatihan” guna membekali warganya agar memiliki keterampilan yang memadai untuk mendapat pekerjaan yang baik.
Dr Abdussalam Alim, anggota Delegasi Ittihadu Ulama Uighur, menyangkal bantahan rezim komunis tersebut. “Ada ratusan bahkan ribuan ulama, tokoh, pemimpin, ibu rumah tangga, dosen, bahkan rektor universitas, yang dipaksa ikut kamp konsentrasi. Keterampilan apa yang mau dibekalkan kepada mereka? Mereka sudah bekerja bahkan bekerja untuk rezim Cina. Jadi mereka dipaksa masuk kamp bukan karena mau dibekali keterampilan,” terang Abdussalam.
Ia memberi contoh Syaikh Muhammad Sholah, ulama terkemuka yang menerjemahkan Al-Qur’an ke bahasa Uighur. “Dahulu,” kata Dr Abdussalam, “Syaikh Muhammad Sholah ditugaskan oleh rezim RRC Komunis ke berbagai negara Muslim. Tapi ketika mereka sudah tidak suka, Syaikh Sholah disekap di kamp konsentrasi dari tahun lalu dan wafat di kamp dalam usia 82 tahun.”
Rezim RRC Komunis juga menyebarluaskan informasi bahwa kamp-kamp konsentrasi itu bertujuan menghapus pikiran-pikiran “separatisme” dari benak Muslimin Uighur.
Dr Abdussalam membantah. “Jangankan berpikir separatis atau bikin negara baru, untuk bertahan hidup saja jutaan warga Muslim Uighur belum tentu bisa,” katanya.
Menurut Dr Abdussalam, semua anggota delegasinya masing-masing punya lebih dari satu anggota keluarga yang disekap di kamp konsentrasi. “Saya punya kakak perempuan yang divonis 9 tahun penjara, sejak 2016, hanya karena dia shalat dan berjilbab. Lima saudara perempuan saya yang lain, sudah bertahun-tahun saya tak tahu nasibnya. Tidak ada komunikasi sama sekali,” ujarnya.
Jika kamp-kamp konsentrasi ini dibiarkan terus berlangsung, kata Dr Abdussalam, sama halnya kita membiarkan dihapuskannya Muslimin Uighur secara massal, baik akidah maupun tradisinya.
Seruan Uighur
Ittihadu Ulama Uighur menegaskan, seruan utama mereka adalah:
- Kepada rezim RRC agar menghentikan dan menutup semua kamp konsentrasi dan membebaskan seluruh warga Muslim Uighur yang disekap.
- Kepada rezim RRC agar memberikan kebebasan beribadah, shalat fardhu berjamaah, shalat Jum’at, majelis-majelis ilmu, pelajaran Al-Qur’an, menutup aurat dengan jilbab dan niqab, berpuasa, berumroh dan haji, untuk seluruh Muslimin Uighur tanpa adanya tekanan ataupun ancaman.
- Kepada organisasi dan lembaga Islam Indonesia dimohon berkenan memberi masukan kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya mendesak rezim RRC menghentikan kezalimannya terhadap Muslimin Uighur maupun kepada kaum Kristen, Buddha dan lainnya serta kelompok-kelompok etnis.
- Kepada Pemerintah Republik Indonesia, negara Muslim berjumlah penduduk terbesar, agar membawa masalah ini ke Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan menggunakan platform itu sungguh-sungguh membela kaum Muslimin tertindas di Turkistan Timur/Xinjiang, Arakan/Muslim Rohingya (Myanmar), Suriah, Palestina dan belahan dunia lainnya.
- Kepada Pemerintah Republik Indonesia agar menggunakan hubungan baiknya dengan pemerintah Kerajaan Thailand agar segera membebaskan 54 warga Uighur yang ditahan tanpa sebab selama dua tahun ini, dan tidak mendeportasi mereka. Jalan keluar bagi mereka adalah mengirimnya ke negara yang mau menerima, seperti Turki. Karena mengembalikan mereka ke Cina sama dengan menyengsarakan mereka.
- Kepada Pemerintah Indonesia dimohon agar memberi jaminan keamanan bagi saudaranya Muslimin Uighur jika mereka singgah di Indonesia atau meminta suaka keamanan. Jangan deportasi mereka. Terimalah mereka sebagai saudara kalian dan perlakukanlah mereka dengan baik. Sebagaimana kalian ingin warga negara Indonesia diperlakukan dengan baik di negeri lain, jika dalam keadaan terlantar.
Amanah Allah
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوا وَّنَصَرُوا أُولَٰئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُم مِّن وَلَايَتِهِم مِّن شَيْءٍ حَتَّىٰ يُهَاجِرُوا وَإِنِ اسْتَنصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَىٰ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَاقٌ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan,” (Al-Qur’an surah Al-Anfaal: 72).
Semoga Allah menguatkan persaudaraan antara Muslimin Indonesia dan Muslimin Uighur, sehingga keduanya saling menolong dalam kebaikan.
Jakarta, 19 Januari 2019
Dzikrullah
Departemen Luar Negeri
DPP Hidayatullah