“Belum lagi masalah implementasi dari berbagai kebijakannya yang masih jauh dari harapan. OSS (Online Single Submission) yang tadinya diharapkan sebagai pendorong investasi malah menambah beban baru karena belum terintegrasi penuh antara pusat dan daerah,” kritik Waketum Kadin Indonesia, Shinta Kamdani, terhadap program ekonomi pemerintahan Joko Widodo-JK.
JAKARTA (SALAM-ONLINE): Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Hubungan Internasional, Shinta Kamdani turut bersuara terkait kritik investor global yang dirangkum media internasional yang berbasis di London, The Economist, terhadap program ekonomi pemerintahan Joko Widodo-JK dalam empat tahun terakhir.
Shinta membenarkan kritikan The Economist dengan mengatakan kritik tersebut sangat konstruktif dan memang para pengusaha pun merasakannya. Berbagai kebijakan ekonomi pemerintah yang dulu sangat sporadis, menurutnya mulai turun semangatnya sejak 2017.
“Padahal kami saat itu sangat mendukung, bahkan ikut di dalam Pokja yang dibentuk pemerintah dalam mengawal PKE (Paket Kebijakan Ekonomi). Namun, perlahan-lahan semangat reformasi ekonomi ini turun,” ujar Shinta yang dikutip CNBCIndonesia, Jumat (25/1/2019).
Bahkan, menurutnya, PKE ke-16 kemarin pun tidak disusun melalui konsultasi yang baik dengan pelaku usaha, sehingga dampaknya mendapat protes dari kalangan pebisnis.
“Belum lagi masalah implementasi dari berbagai (program) kebijakannya yang masih jauh dari harapan. OSS (Online Single Submission) yang tadinya diharapkan sebagai pendorong investasi malah menambah beban baru karena belum terintegrasi penuh antara pusat dan daerah,” terangnya.
Shinta menegaskan, saat ini yang perlu dilakukan pemerintah adalah membangun industri. Industri RI menurutnya mulai bergeliat lagi dari akhir 2017 lalu, tercermin dari komposisi impor bahan baku/barang penolong yang terus naik, konsumsi otomotif yang meningkat dan tumbuhnya jasa logistik.
“Kita seharusnya bisa memanfaatkan momentum ini. Apalagi, proyeksi ekonomi global dalam tiga tahun ke depan akan turun. Jadi sekarang adalah waktu yang tepat untuk membangun kembali industri kita mulai dari hulu sampai ke hilirnya, mulai dari padat karya sampai full automation,” tegasnya.
Terkait isu tenaga kerja RI yang disebut The Economist kurang terampil namun selalu menuntut upah tinggi, Shinta menyebut pihaknya telah memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah yang akhirnya terwujud dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang antara lain berisikan formula perhitungan UMP (Upah Minimum Provinsi).
“Kami juga melihat perlunya ada pelatihan vokasi sehingga link and match antara sekolah kejuruan dan industri bisa lebih baik,” pungkasnya. (*)
Sumber: CNBCIndonesia