Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE: Mursi setelah dipenjara 6 tahun pasca di kudeta Jenderal Abdul Fatah El-Sisi telah meninggal dunia di depan persidangan Pengadilan rezim kudeta Mesir.
Kematiannya tentu menggegerkan dunia, khususnya dunia Islam. Mursi adalah Presiden terpilih secara demokratis yang mewakili kubu Islam “Ikhwanul Muslimin”. Bersemangat menegakkan syariat Islam dalam demokrasi yang mengantarkannya ke kursi kepresidenan.
Kudeta militer menjatuhkan dan memenjarakannya. Dihina rezim, dianiaya dan diperlakukan dengan zalim. Mushaf Qur’an yang dirindukannya tak bisa disentuhnya. Memang biadab rezim El-Sisi. Mursi meninggal di persidangan yang disaksikan rakyat Mesir dan dunia. Insya Allah sebagai pejuang Islam kematiannya mulia dan syahid.
Adanya kisah penjara dan syariat Islam terbayang orang tua yang hingga kini masih mendekam dalam penjara, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Rencana pembebasan atas dasar kemanusiaan batal dilakukan. Jokowi manarik ludahnya sendiri. Yusril yang akan menjadi pahlawan pembebasan tidak berhasil membebaskannya. Malah semakin tenggelam membela rezim yang masih menahan Ba’asyir. Tuduhannya berat, sebagai gembong teroris. Padahal, menurutnya, memegang dan melihat bom saja tak pernah. Bahwa ia berjuang demi syariat Islam diakuinya.
Orang-orang apalagi penguasa kini mungkin melupakan dirinya yang berada di penjara. Kemanusiaan yang memanggil bagai tak ada yang mendengarkan. Ia sudah renta. Tak mungkin menjatuhkan rezim. Apalagi jadi tahanan yang bisa pelesiran seperti Setya Novanto.
Mursi difitnah ini itu soal pembunuhan, soal Hamas, spionase dan pelanggaran HAM lainnya. Intinya adalah ketakutan rezim yang justru telah membunuh demokrasi dan melanggar HAM.
Ba’asyir bukan Mursi. Ia bukan Presiden yang digulingkan apalagi mampu menggulingkan. Ikut kompetisi capres juga tidak. Kesalahan hanya “pendanaan” yang dihubung-hubungkan dengan “terorisme”. Tentu kita tak setuju dengan aksi teroris. Tapi “terorisme” sebagai ideologi global telah banyak menelan korban.
Amerika adalah pimpinan perang “isu terorisme”. Pemerintah di berbagai belahan dunia ikut menjadi kepanjangan tangannya. Saking hebatnya model yang diskenariokan maka muncullah teori analisis yang namanya “Teori Konspirasi”.
Mursi meninggal di persidangan sebagai puncak dari penyiksaan fisik dan psikis rezim El-Sisi. Dunia akan menyoroti lebih dalam ke depan.Ba’asyir demi kemanusiaan pernah akan dibebaskan karena jika sampai meninggal di tahanan maka Indonesia khususnya pemerintah akan mendapat sorotan pula.
Oleh karenanya dengan pelajaran Mursi di Mesir ada baiknya Pemerintah mempertimbangkan kembali realisasi pembebasan orang tua renta Abu Bakar Ba’asyir tersebut.
Semata demi kemanusiaan, karena sila kedua Pancasila adalah “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”.
Bandung, 19 Juni 2019
*Penulis Pemerhati Politik