Demonstrasi Anti-Sisi Pecah di Mesir
KAIRO (SALAM-ONLINE): Rakyat Mesir melancarkan aksi protes pada Jumat (20/9/2019) malam di Kairo dan kota-kota lain terhadap Presiden ilegal hasil kudeta, Abdel Fattah al-Sisi.
Para aktivis berkumpul di beberapa lokasi, termasuk Lapangan Tahrir di ibu kota Kairo. Mereka meneriakkan slogan-slogan anti rezim, anti Sisi.
Berbagai ruang media sosial dan saluran TV anti-rezim yang disiarkan dari luar negeri seperti dilansir kantor berita Anadolu, Sabtu (21/9) membagikan video demonstrasi. Mereka juga melaporkan bahwa beberapa pengunjuk rasa ditangkap.
Tagar #TahrirSquare, di mana pengguna medsos memposting tweet anti-Sisi, menjadi trending topik di Twitter, tak lama setelah protes dimulai.
Sementara itu, media setempat melaporkan bahwa putra mantan Ketua Parlemen Saad al-Katatni, yang saat ini dipenjara, ditangkap.
Pada Januari 2011, lebih dari 8 tahun lalu, Setelah 18 hari protes tanpa henti, Hosni Mubarak, yang memerintah Mesir selama tiga dekade, akhirnya terpaksa mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan kepada militer Mesir.
Mohammad Mursi menjadi kepala negara yang terpilih secara sah dan demokratis dalam sejarah Mesir dengan memenangkan pemilihan presiden pasca-revolusi Januari 2011, pada 2012.
Pada 2013, Mursi mengatakan revolusi Mesir yang pecah pada 25 Januari 2011 “mencapai—dan akan terus mencapai—tujuannya”.
Namun, ia melanjutkan dengan memperingatkan publik tentang upaya rahasia untuk “mencuri” revolusi dan menumbangkan tujuannya.
Peringatan Mursi itu benar. Pada 30 Juni 2013, puluhan ribu orang—didukung oleh media—mengambil bagian dalam demonstrasi anti-Mursi. Oleh kelompok liberal dan sekuler yang didukung militer, Presiden dari Ikhwanul Muslimin itu ditentang karena ingin menegakkan syariat Islam. Pendukung Mursi pun tak tinggal diam. Mereka juga turun ke jalan untuk mendukung Presiden hasil pemilihan sah dan demokratis yang sedang diperangi itu.
Tiga hari kemudian, tentara menggulingkan dan memenjarakan Mursi dalam kudeta yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan saat itu, Abdel Fattah el-Sisi. Tahun berikutnya, Sisi terpilih sebagai presiden.
Setelah Mursi dimundurkan dalam kudeta berdarah, rezim ilegal Mesir itu melakukan tindakan keras tanpa henti terhadap perbedaan pendapat politik, membunuh atau memenjarakan ribuan pendukung Mursi dan anggota Ikhwanul Muslimin yang sekarang dilarang. Lusinan anak muda juga diberi hukuman mati karena tuduhan dan kekerasan “bermotivasi politik” yang terjadi setelah kudeta.
Mursi meninggal pada Juni 2019 lalu saat diadili karena tuduhan yang bermotivasi politik serupa.
Namun, delapan tahun lebih kemudian, sejak revolusi Januari 2011, tuntutan para pengunjuk rasa untuk “roti, kebebasan dan keadilan sosial” sebagian besar tidak terpenuhi, demikian kritik terhadap rezim ilegal Mesir saat ini. (mus/salam)
Sumber: Anadolu