Terlama Mendekam dalam Penjara Zionis, Keluarganya Optimis Nael Bebas
Keluarga Nael Barghouthi, tahanan Palestina yang berada dalam penjara Zionis terlama, mengungkapkan harapannya dalam wawancara eksklusif dengan kantor berita Anadolu.
RAMALLAH (SALAM-ONLINE): Meskipun sudah berada skitar 40 tahun di balik jeruji besi, keluarga Nael Barghouthi, tahanan Palestina yang paling lama berada dalam penjara-penjara Zionis, masih optimis dan berharap pada suatu hari nanti Nael dibebaskan.
“Dia akan merasakan kebebasannya sekali lagi,” kata istri Nael, Iman Nafi, kepada Anadolu Agency (AA) dalam sebuah wawancara eksklusif yang dilansir Jumat (22/11/2019). “Aku akan berada di sini menunggunya,” katanya, dengan air mata mengalir di pipinya.
Nael (62), pertama kali ditangkap oleh pasukan Zionis penjajah pada 1978. Ketika menghabiskan waktu selama 34 tahun di penjara, ia dibebaskan sebagai bagian dari perjanjian pertukaran tahanan antara kelompok perlawanan Palestina Hamas dengan penjajah pada 2011.
Namun pasukan Zionis menangkapnya kembali pada Juni 2014 bersama dengan puluhan tahanan Palestina lainnya yang kemudian dibebaskan dalam suatu perjanjian pertukaran.
Pekan lalu, otoritas penjara penjajah menempatkan Nael di sel isolasi di Penjara Eshel, kata Komunitas Tahanan Palestina.
Selama dalam penjara, Nael kehilangan orang tua dan beberapa anggota keluarganya yang lebih dulu menghadap Rabbnya.
Pada 2018, keponakannya, Saleh Barghouthi, dibunuh oleh pasukan Zionis dengan tuduhan melakukan serangan penembakan. Keponakan laki-laki lain, Omar, ditangkap oleh Israel.
“Empat puluh tahun adalah periode yang sangat lama untuk hidup dalam kesedihan dan penindasan, memikirkan berapa banyak orang yang lahir dan yang lainnya meninggal, sementara Nael masih dipenjara,” kata saudara perempuannya, Hanan Barghouthi.
“Sangat sulit bagi saya dan seluruh keluarga untuk menjalani semua ini, sementara Nael dikurung di sel oleh penjajah yang kejam,” katanya.
Pada 2009, Nael memecahkan Guinness World Record untuk tahanan politik terlama di dunia.
Menurut Hanan, orang tua mereka meninggal sebelum Nael dibebaskan pada 2011.
“Ayahku meninggal pada 2004 dan ibuku pada 2005,” tuturnya, sambil mengingat kata-kata terakhir ibunya sebelum kematiannya.
“Dia (kedua orang tuanya, red) mengatakan betapa mereka merindukan Nael dan ingin menciumnya untuk yang terakhir kalinya,” ungkap Hanan tersedu. Ia dilarang mengunjungi saudaranya itu oleh aparat penjajah.
“Nael sangat sedih dengan kematian orang tua kami. Dan hal pertama yang dia lakukan setelah pembebasannya pada 2011 adalah mengunjungi makam mereka,” kenangnya. “Aku tahu bagaimana dia merindukan mereka.”
Pada 2011, Nael menikahi mantan tahanan perempuan, Iman Nafi. Iman menghabiskan waktu 10 tahun di penjara-penjara Zionis. Dia sekarang satu-satunya orang yang diizinkan untuk mengunjungi Nael di penjara.
Setelah menghabiskan 31 bulan bersama, pasukan Zionis penjajah kembali menangkap Nael pada 2014.
“Malam itu pasukan penjajah menangkap kembali Nael,” tuturnya.
Dia bercerita, selama masa kebebasannya, Nael suka mendaki gunung di sebelah desanya. “Dia menyayangi anak-anak dan selalu mengatakan bahwa anak-anak Palestina adalah anak-anaknya.”
“Kami berharap suatu hari nanti kami akan memiliki anak. Nael ingin memberi nama Nour (cahaya),” tuturnya.
Menurut istrinya, setelah dibebaskan dari penjara pada 2011, Nael mulai belajar sejarah di sebuah universitas Palestina.
“Namun penangkapannya kembali, menghalanginya untuk melanjutkan pendidikannya,” keluhnya.
Menurut data, sekitar 5.700 warga Palestina, termasuk sejumlah besar perempuan dan anak-anak, mendekam di penjara-penjara penjajah. (mus/salam)
Sumber: Anadolu