Catatan M Rizal Fadillah*
SALAM-ONLINE: Hari di awal tahun 2020 ini diwarnai musibah. Longsor dan banjir terjadi di mana-mana. Setelah kemarau panjang kini musim hujan tiba. Ketika kemarau masyarakat gelisah. Saat hujan deras datang, bukan hanya gelisah tetapi panik.
Kerusakan menimpa rumah, bangunan, jalan, dan lainnya. Khususnya banjir sepertinya lebih parah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Uniknya jalan tol pun tenggelam.
Pemerintahan Jokowi sedang semangat untuk membangun ini dan itu. Jalan layang, jalan tol, kereta cepat, mau buat istana segala di ibu kota baru. Infrastruktur jadi dewa yang “disembah” dengan investasi digembar-gemborkan. Aturan hukum di “omnibus” kan. Pembangunan fisik mesti sukses, lalu dibangga banggakan. Sementara penentang dituding radikalis dan intoleran.
Kini niat yang pragmatis, semata duniawi, kehebatan fisik, apalagi jika disertai “hidden mission” memperkaya diri, keluarga dan kroni tentu tidak akan diridhoi. Bahasa agamanya tidak berkah.
Longsor dan banjir hanya sebagian kecil peringatan Allah bagi bangsa yang membangun tidak berkah. Berapa pun biaya, termasuk besaran utang tidak ada artinya tanpa niat dan fondasi syariat yang kuat untuk membangun negara. Sia-sia.
Bukan hanya sia sia tapi justru murka Ilahi yang didapat. Pemimpin tidak amanah atau khianat, tidak ahli, atau menyalahgunakan kewenangan menjadi sebab gagalnya semua upaya. Yang terjadi, ya, itu, utang makin banyak, harga makin mahal, sumber daya alam habis, dagang dan usaha merugi, jalan tol terendam, sungai meluap, korupsi menjadi-jadi. Rakyat dibebani pajak, sementara pengangguran meningkat. Parahnya lagi berwatak pengemis, proposal sentris dan MoU palsu. Soal beragama juga campur aduk. Perbuatan haram dianggap baik.
Orientasi pembangunan harus nyata menyejahterakan dan memberi manfaat bagi rakyat kecil, bukan pejabat, pengusaha, atau orang kaya. Jika salah orientasi maka “tanaman” usaha tidak berkah dan menjadi malapetaka. Pada rakyat kecil itu ada hak yang dijamin oleh Allah. Mengabaikannya membawa murka-Nya.
QS Al Qalam 17-19 memberi pelajaran berguna:
“Kami menguji mereka seperti Kami menguji pemilik kebun ketika mereka bersumpah (memastikan) akan memetik hasil esok di pagi hari. Mereka tidak menyisihkan (berorientasi) untuk fakir miskin. Lalu atas kebun itu datang malapetaka dari Allah saat mereka tidur.”
Nah, sekadar memprogram dengan perencanaan yang elitis atau keuntungan jangka pendek, maka segala infrastruktur yang dibangun akan “dihancurkan” Allah atas dasar doa dan kesulitan rakyat kecil (fakir miskin). Datangnya malapetaka itu tak diduga. Target pasti gagal.
Bencana alam hanya sebutan. Akan tetapi kenyataannya itu adalah murka Allah atas perilaku lalai, bodoh dan sombong.
Bagi warga yang terkena musibah semoga diberi kesabaran. Bagi para pemimpin moga diberi kesadaran.
Syariat Allah tidak bisa dilecehkan atau dimain-mainkan atau diabaikan. Sejarah telah mencatat negeri yang dipimpin oleh penguasa yang masa bodoh serta hanya memikirkan diri dan kroninya semata, akan dihancurkan oleh Allah dengan sehancur hancurnya.
*) Pemerhati Politik & Kemanusiaan
Bandung, 2 Januari 2020