Catatan KH Athian Ali M Da’i, Lc, MA*
SALAM-ONLINE: Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kepada setiap yang mengaku Mu’min agar masing-masing membuktikan pengakuan keimanannya dengan berjiwa Muslim, ‘berserah diri’, untuk sepenuhnya menjalani hidup dan kehidupan sesuai dengan Syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala (QS Al-Baqarah: 208).
Sayangnya, fakta yang terjadi dalam kehidupan, ternyata tidak semua yang mengaku Mu’min berjiwa Muslim seperti itu. Hanya sedikit yang berhasil menjadi Muslim Sejati yang berjuang secara optimal meng-Islam-kan dirinya secara kaaffah—totalitas—mencakup seluruh aspek kehidupan.
Kebanyakan malah tergolong “Muslim KTP”, yang merasa sudah Muslim. Bahkan sangat yakin nanti akan masuk surga. Hanya karena yang bersangkutan sudah melaksanakan kewajiban shalat, zakat, shaum dan haji.
Sementara di luar Ibadah mahdhoh tersebut, tidak tercermin sedikit pun nilai-nilai Islami, baik dalam ucapan, terlebih dalam perbuatan.
Di antara kelompok tersebut, bahkan ada yang berbaju “Islam”, namun berjiwa iblis, yang di dalam berbagai momentum, dengan zhahar (jelas) dan sangat lantang menyatakan penolakannya terhadap Syariat Islam.
Paling tidak, ada lima ciri utama yang membedakan Muslim Sejati dengan “Muslim KTP”:
Pertama, Muslim Sejati selalu sibuk mewarnai kehidupan sehari-hari dengan nilai-nilai Ilahi. Sementara “Muslim KTP” disibukkan dengan mempermasalahkan keberadaan Muslim Sejati. Bahkan dengan penuh kebencian melemparkan tuduhan ekstrem, radikal, intoleran, anti Pancasila, anti Kebhinnekaan dan fitnah-fitnah lainnya.
Kedua, Muslim Sejati mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cinta kepada dunia dan segala isinya (QS Al-Baqarah: 165, At-Taubah: 24). Ia hanya akan mencintai yang dicintai Allah dan membenci semua yang dibenci dan dimurkai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dengan kata lain, yang bersangkutan hanya mau memiliki kekayaan dan jabatan, misalnya, jika harta dan jabatan tersebut diraih dengan cara yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebaliknya, dia siap mengorbankan harta, jabatan dan semua yang dicintai termasuk nyawanya, jika hanya dengan pengorbanan seperti itu sajalah rahman-rahim Allah Subhanahu wa Ta’ala baru bisa ia gapai.
Sementara “Muslim KTP” men-‘tuhan’-kan hawa nafsunya (QS Al-Furqan: 43, Al-Jatsiyah: 23). Dengan logika sesatnya ia berupaya menolak dan menentang semua Syariat Allah yang dirasakan bertolak belakang dengan hawa nafsunya.
Dia siap menghalalkan segala cara. Bahkan tidak segan-segan mengorbankan hak dan nyawa orang lain, demi memenuhi kepuasan hawa nafsunya.
Ketiga, Muslim Sejati senantiasa berupaya agar dirinya, juga orang lain, kelak sama-sama berhak untuk memperoleh anugerah Allah Subhanahu wa Ta’ala, menikmati surga bersama para Nabi, shiddiiquun, syuhada dan sholihuun (QS An-Nisaa’: 69).
Sementara “Muslim KTP” kendati keIslaman dirinya hanya sebatas pengakuan, namun dengan gigih ia berusaha meyakinkan semua pihak, bahwa dirinyalah yang paling berhak masuk suurga. Sementara orang lain yang berseberangan dengan dirinya adalah kaum fanatik calon neraka jahannam.
Keempat, Muslim Sejati tidak pernah hasad ‘dengki’ terhadap harta, kekuasaan dan segala bentuk kenikmatan duniawi yang ada di tangan orang lain. Semangat hidupnya semata-mata hanya ingin berfastabiqul khoiraat, ‘berlomba-lomba dalam kebaikan’ dan munafasah, ‘bersaing’ secara sehat dengan orang-orang yang shaleh dalam beribadah dan melakukan berbagai amal kebajikan (QS Al-Baqarah: 148, Al-Maa-idah: 48, Al-Muthaffifiin: 26).
Sementara “Muslim KTP” sangat dengki dengan kebahagiaan dan keshalehan orang lain.
Kelima, Muslim Sejati senantiasa disibukkan dengan mencari orang-orang yang pernah berbuat khilaf untuk memaafkan kesalahan dan kekhilafan mereka.
Sementara “Muslim KTP” malah disibukkan dengan mencari-cari kesalahan orang-orang shaleh.[]
*) Penulis Ketua Umum Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI)