Kehadiran RUU HIP benar-benar telah membuat kegaduhan di Negeri ini.
Catatan KH Athian Ali M Da’i, Lc, MA*
SALAM-ONLINE: Jika saja DPR RI terutama fraksi yang menginisiasi RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) mampu membaca suasana batin dan apa yang ada dalam benak mayoritas rakyat yang diwakilinya, niscaya RUU HIP yang dinilai sangat tidak aspiratif bahkan bertolak belakang terutama dari sudut teologis, aspek historis, filosofis, yuridis, juga sosiologis dan politis, maka pasti RUU yang telah menimbulkan kegaduhan ini tidak akan pernah dihadirkan oleh DPR di republik ini.
Pertanyaan yang muncul kemudian, siapa gerangan konseptor yang telah berupaya mengegolkan RUU HIP dengan cara yang tidak transparan, tidak partisipatif, tidak aspiratif, dihadiri minim anggota (selebihnya kehadiran virtual), lalu diputuskan dengan begitu sangat tergesa-gesa, memanfaatkan situasi dan kondisi di bulan Ramadhan di tengah pandemi Covid-19?
Memang benar, kecuali F-PD dan F-PKS, ke tujuh fraksi lainnya menandatangani RUU HIP. Tapi benarkah seluruh anggota dari ketujuh Fraksi tersebut sepakat dengan RUU yang tidak hanya ditolak bahkan mengundang kemarahan sebagian rakyat di negeri ini?
Sudah seharusnya DPR dan Pemerintah, segera mengambil sikap yang tegas untuk menghentikan pembahasan RUU HIP ini, sebelum kegaduhan-kegaduhan itu semakin kompleks dan melebar ke mana-mana seperti ke masalah pembakaran bendera partai dan masalah-masalah lainnya, yang hanya akan membuat situasi semakin rumit dan sulit untuk diatasi, bahkan berpotensi besar menimbulkan perpecahan di antara anak bangsa.
Untuk menghentikan kegaduhan yang sangat tidak diharapkan ini, maka Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) dalam surat terbukanya kepada Presiden Joko Widodo mendesak agar segera:
Pertama: Menghentikan pembahasan dan sekaligus memastikan RUU HIP ini tidak akan menjadi Undang-Undang.
Poin ini penting untuk segera dilakukan, karena kehadiran RUU HIP menjadi asbaabul wuruud “asal muasal timbulnya” permasalahan yang berujung kepada suasana yang tidak kondusif seperti sekarang ini.
Kedua: Mengusut konseptor yang menginisiasi RUU HIP.
Poin kedua ini tidak kalah pentingnya, mengingat rakyat Indonesia sudah cukup lama mencium aroma bangkitnya kembali PKI. Kehadiran RUU HIP semakin memperkuat keyakinan ke arah itu. Karenanya, sikap yang tegas dari Presiden untuk mengusut siapa dalang di balik RUU HIP mutlak segera dilakukan, agar rakyat khususnya umat Islam, memperoleh jaminan yang pasti, bahwasanya Pemerintah di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo anti komunisme dan tidak akan pernah memberikan peluang sekecil apapun kepada PKI untuk kembali bangkit dan mengkhianati Negeri ini.
Ketiga: Memastikan Partai Politik yang ada di DPR RI benar-benar bersih dan bebas dari orang-orang yang berafiliasi dengan gerakan Neo PKI.
Poin terakhir dari surat terbuka ANNAS kepada Presiden ini juga sangat mutlak harus diupayakan Presiden bersama khususnya Partai-Partai koalisi, untuk memberikan jaminan penuh bagi rakyat, bahwa ke depan semua partai benar-benar steril dari orang-orang dan atau simpatisan PKI, dan bahwasanya tidak ada seorang pun dari wakil rakyat di DPR RI yang merupakan kader dan simpatisan PKI.
Merdeka! Allahu Akbar!
*) Penulis Ketua Umum Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI)